Tolong Pak Jokowi, RI Belum Pernah Seburuk Ini Sejak Reformasi!

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan ke Pasar Tumpah Mamasa, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. (CNBC Indonesia/Emir)
Foto: Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan ke Pasar Tumpah Mamasa, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. (CNBC Indonesia/Emir)

Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia diperkirakan cenderung stagnan pada periode Agustus 2024. Hal ini bersamaan dengan melemahnya beberapa harga pangan seperti daging ayam.

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi Agustus 2024 pada Senin (2/9/2024).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan IHK Agustus 2024 diperkirakan stagnan 0%% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm) yang mengalami deflasi 0,18%.

Sedangkan IHK secara tahunan (year on year/yoy) diperkirakan akan naik tipis ke menjadi 2,15% (yoy) pada Agustus 2024 dan IHK inti diproyeksi sebesar 1,99% yoy.

Sebagai catatan, inflasi (yoy) pada Juli 2024 tercatat 2,13%sementara inflasi inti sebesar 1,95% (yoy).

IHK RI Catat Rekor Baru?

Stagnannya IHK pada Agustus 2024 akan melawa tren historisnya. Rata-rata IHK pada Agustus dalam lima tahun terakhir justru turun atau deflasi sebesar 0,03%. Dalam 10 tahun terakhir, IHK juga mencatat deflasi sebanyak enam kali.

Namun, berbeda dengan historis sebelumnya, IHK pada bulan-bulan sebelum Agustus memang tinggi sehingga deflasi pada Agustus kerap terjadi. Rata-rata IHK pada Juli lima tahun terakhir, misalnya, mencapai 0,23%. Hal ini berbeda dengan kondisi tahun ini di mana IHK sudah turun atau deflasi selama Mei-Juli 2024.
Masyarakat Indonesia biasanya akan menghabiskan banyak dana untuk biaya sekolah anak pada Juni dan Juli sehingga mengurangi belanja pada Agustus.

Jika nantinya IHK memang stagnan atau 0% maka itu akan menjadi catatan baru dalam sejarah Indonesia. Indonesia tidak pernah mencatat IHK stagnan atau 0% secara bulanan (mtm) setidaknya sejak 1997 atau pasca Era Reformasi.

Hal ini menambah catatan buruk Indonesia lagi setelah Juli 2024 juga membukukan kabar negatif lainnya. Deflasi tiga bulan beruntun pada Juli 2024  (Mei-Juli) sudah menjadi banyak kekhawatiran. Pasalnya, deflasi tiga bulan beruntun hanya terjadi dua kali selama 38 tahun terakhir. Dalam rentang waktu 1986-2024 atau 38 tahun terakhir, deflasi selama tiga bulan beruntun hanya dua kali terjadi yakni pada 1999 dan 2020.

Indonesia mencatat deflasi tiga bulan beruntun pada 2020 yakni pada Juli (-0,1%), Agustus (-0,05%), dan September (-0,05%).

Deflasi tiga bulan beruntun sebelumnya yang terjadi pada 1999. Pada tahun tersebut, deflasi bahkan terjadi dalam lima bulan beruntun yakni pada Maret (-0,18%), April (-0,68%), Mei (-0,28%), Juni (-0,34%), Juli (-1,05%), Agustus (-0,93%), dan September (-0,68%).

Deflasi tiga bulan beruntun pada 2020 diikuti dengan kenaikan IHK sebesar 0,07% pada Oktober 2020. Hal ini berbeda dengan 1999 di mana deflasi terjadi selama delapan bulan beruntun (Maret-Oktober 1999). Namun, perlu dicatat jika kondisi ekonomi Indonesia pada saat itu sedang karut marut karena krisis multidimensi pada 1997/1998.

Jika nantinya Agustus 2024 mencatat IHK 0% maka kondisinya sedikit lebih baik dibandingkan 1999 tetapi masih menjadi catatan buruk pasca Reformasi atau di era Presiden Joko Widodo.

Jika deflasi Juli 2024  berlanjut dengan stagnannya IHK pada Agustus maka ini menjadi pertanda buruk karena akan semakin menegaskan adanya pelemahan daya beli masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang sedah tidak stabil saat ini.

Bahkan tidak sedikit orang kelas menengah yang jatuh miskin saat ini. Ekonom senior sekaligus mantan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan penyebab kelas menengah di Indonesia banyak jatuh miskin. Dia menduga hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang dimulai dengan pandemi Covid-19.

“Penyebabnya itu variatif. Karena kan kita lihat datanya dari 2019 ke 2023. Jadi penyebab pertama adalah Covid,” kata Bambang ditemui di kantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), dikutip Jumat, (30/8/2024).

Bambang mengatakan selama Covid-19, banyak kelas menengah kehilangan pekerjaan. Sebagian lainnya, kata dia, mengalami kebangkrutan bisnis.

Tak cuma suku bunga tinggi, Bambang mengatakan upaya kelas menengah untuk bangkit dari Covid-19 juga dihantam oleh naiknya harga beras karena efek El Nino. Meskipun inflasi secara umum stabil, Bambang mengatakan kenaikan harga beras itu membuat daya beli kelas menengah menurun.

“Kombinasi itulah yang membuat sebagian kelas menengah itu turun ke aspiring middle class,” kata dia.

Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN), sepanjang Agustus 2024, harga beras pada dasarnya cenderung stagnan dalam rentang Rp15.250-Rp15.400/kg.

Kenaikan harga beras secara tajam terjadi pada kuartal I-2024 (Jan-Mar) dari Rp14.550/kg hingga mencapai titik tertingginya yakni Rp16.000/kg.

kas138

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*