Indonesia, sebagai negara maritim yang dikelilingi laut, ternyata masih harus bergantung pada impor garam untuk memenuhi kebutuhan nasional. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), total impor garam Indonesia pada tahun 2023 mencapai 2,8 juta ton dengan nilai Rp 1,35 triliun (CIF). Angka ini menunjukkan adanya peningkatan baik dari segi volume maupun nilai dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Mayoritas garam yang diimpor Indonesia berasal dari Australia, dengan volume mencapai 2,15 juta ton atau hampir 77% dari total impor garam pada tahun 2023. Australia memang dikenal sebagai salah satu produsen garam industri terbesar di dunia dengan kualitas yang memenuhi standar kebutuhan industri Indonesia, terutama untuk sektor manufaktur dan pengolahan makanan. Selain Australia, India juga menjadi pemasok utama dengan volume 641 ribu ton. Adapun negara lain seperti Selandia Baru, China, Denmark, Jerman, dan Thailand, menyumbang volume yang lebih kecil namun tetap berperan dalam memenuhi kebutuhan nasional.
Menariknya, tahun 2023 mencatat peningkatan signifikan baik dari segi volume maupun nilai dibandingkan tahun 2022. Jika dilihat dari data, volume impor tahun ini meningkat menjadi 2,8 juta ton dari 2,75 juta ton pada 2022. Sedangkan dari segi nilai, terjadi lonjakan yang lebih tajam, dari US$ 124,4 juta menjadi US$ 135,3 juta. Peningkatan ini dipicu oleh beberapa faktor, seperti fluktuasi harga garam internasional dan kebutuhan industri nasional yang terus tumbuh.
Indonesia mengimpor garam terutama untuk kebutuhan industri, bukan untuk konsumsi rumah tangga. Sektor-sektor seperti farmasi, petrokimia, hingga pengolahan makanan sangat bergantung pada garam impor karena kualitas garam lokal belum mampu memenuhi standar yang dibutuhkan. Menurut para ahli, rendahnya kualitas garam lokal disebabkan oleh metode produksi yang masih tradisional, infrastruktur yang belum memadai, serta pengelolaan tambak garam yang kurang optimal.
Hasil riset Litbang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tingginya impor garam Indonesia ini disebabkan karena beberapa hal yakni garam produksi rakyat belum bisa untuk memenuhi spesifikasi kebutuhan garam industri.
Kedua, luas lahan produksi garam masih terbatas karena tidak semua wilayah Indonesia sesuai untuk produksi garam, meskipun terletak di garis khatulistiwa wilayah Indonesia sering diwarnai oleh awan atau mendung.
Menghadapi lonjakan impor ini, Indonesia perlu segera melakukan perbaikan menyeluruh. Langkah pertama adalah meningkatkan kualitas garam lokal melalui modernisasi proses produksi, perbaikan infrastruktur, dan dukungan teknologi. Pemerintah juga harus mendorong investasi di sektor garam agar Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor di masa depan. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, Indonesia berpotensi besar untuk mandiri dalam produksi garam dan mampu memenuhi kebutuhan industri tanpa harus bergantung pada negara lain.